AYOSUROBOYO | Surabaya – Masuk ke dalam derasnya arus digitalisasi dan modernisasi global masa ini pendidikan tetap menjadi alat instrumen utama negara dalam membentuk karakter manusia, serta mampu memberikan perubahan ke arah yang lebih baik. Tentu saja, proses perubahan ini tidak hanya fokus ke ranah intelektual saja, namun juga menjelma menjadi instrumen kultural yang membentuk nilai, etika, dan visi masa depan suatu bangsa.
Evolusi menjadi landscape megastruktural yang difasilitasi teknologi-teknologi canggih. Dan hal ini semua tidak lepas dari kontribusi pendidikan yang terus berkembang.
Mengapa kita masih ingin mengembangkan inovasi dan kreasi di dalam pendidikan Indonesia? Tentu saja, pertanyaan tersebut masih mudah untuk dijawab dan dijelaskan pada masyarakat.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Lia Istifhama, menyambut positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah memerintahkan pemerintah Indonesia menggratiskan pendidikan dasar tidak hanya di sekolah negeri, tetapi juga di sekolah swasta.
Baca juga : Memahami Kisah Qarun dan Kemiskinan Kultural Oleh Lia Istifhama
Namun, jika melihat pada realitanya dengan berbagai dinamika dan problematika yang ada, tokoh yang akrab disapa” Ning Lia itu mengingatkan agar semangat ‘gratis’ tidak mengorbankan kualitas pendidikan.
Menurut Ning Lia, langkah terobosan MK ini penting dalam menciptakan keadilan seluruh anak bangsa, khususnya bagi yang terpaksa bersekolah di lembaga pendidikan swasta karena keterbatasan daya tampung sekolah negeri.
Kenapa saat ini kita masih berharap pendidikan di Indonesia?’ bukankah putusan MK ini adalah angin segar bagi keadilan pendidikan.
Tentu saja pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab, karena pertanyaan ini seringkali dijustifikasi oleh berbagai realita dan dinamika yang ada di Indonesia, ujar Ning Lia, Jumat (30/5/2025).
Ning Lia menekankan banyak sekolah swasta telah sejak lama membangun standar dan kualitas pendidikan yang tinggi, mulai dari kurikulum, lingkungan belajar, hingga tenaga pendidik dimana di dalamnya banyak memberikan sebuah implementasi mengenai konsep pembelajaran, pengajaran, dan pendidikan pada anak-anak.
Baca juga : Berkaca pada Tahun Lalu, Gubernur Jatim Gelar Pemutihan Pajak Kendaraan 2025
Menurutnya, ini membutuhkan operasional yang tidak sedikit, sehingga jika kebijakan pendidikan gratis tidak diiringi dukungan anggaran yang memadai, maka yang dikorbankan adalah mutu pendidikan itu sendiri.
Kemudian jika melihat pada peradaban kawasan timur, mereka memunculkan hal yang sama dan disebut sebagai madrasah, mulazamah, halaqah, dan majelis. Oleh karena itu, saya memandang bahwa perkembangan pendidikan saat ini tidak terlepas dari peran-peran pemerintah yang memberikan tempat dan fasilitas untuk anak-anak mengembangkan diri.
Sekolah dan Mimpi Anak-anak
Sampai hari ini, eksistensi sekolah masih memancarkan daya tarik yang khas dalam benak masyarakat. Sekolah juga harus menjadi ruang simbolik yang merepresentasikan harapan akan lahirnya generasi yang berkarakter dan berintegritas.
Jika sekolah dikelola dengan manajemen yang baik, bisa jadi memungkinkan untuk menjadikan peserta didik itu menjadi agen-agen sosial yang mampu memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat.
Kolaborasi antara sekolah dan masyarakat adalah kunci untuk mendukung pendidikan yang holistik.
Sedangkan komoditas kedua yang wajib ada dalam sekolah-sekolah adalah pendidik. Merekalah yang bertugas untuk memberikan bimbingan, arahan serta pembinaan agar terwujud harmonisasi di antara keduanya.
Oleh sebab itu, saya memandang bahwa kualitas sekolah itu sangat bergantung pada moralitas dan integritas dari para pendidiknya. Pendidikan sejati tumbuh dari hubungan yang kuat antara visi lembaga dan ketulusan hati guru.
Pendidikan sejati tumbuh dari Dalam perspektif akademis, sinergi antara institusi pendidikan dan pendidik mencerminkan implementasi nyata dari paradigma pendidikan holistik yang menempatkan manusia sebagai subjek aktif dalam proses pembelajaran.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan Pasal 34 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan UUD 1945 karena membatasi pendidikan dasar gratis hanya untuk sekolah negeri. MK menegaskan bahwa negara wajib menjamin pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Saya, mendesak agar tidak hanya menggembor-gemborkan program pendidikan gratis tanpa perhitungan fiskal yang matang. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang selama ini diberikan ke sekolah swasta jumlahnya masih jauh dari mencukupi kebutuhan operasional harian. tukasnya.