AYOSUROBOYO | Surabaya -Eksekusi Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap rumah sengketa di Jalan Dr Soetomo No 55 diwarnai ketegangan. Eksekusi tersebut sempat dihalangi ratusan massa ormas dan terjadi aksi saling dorong.

Petugas juru sita yang datang untuk melakukan pengosongan dihadang ratusan massa ormas GRIB Jaya dan LSM Masyarakat Anti Korupsi (MAKI).
Ratusan polisi bersenjata lengkap dikerahkan untuk mengamankan jalannya eksekusi. Terlihat juga aparat keamanan dari TNI Angkatan Darat dan TNI Angkatan Laut.
Polisi yang melakukan pengamanan eksekusi terlibat aksi saling dorong dengan massa ormas yang membela penghuni rumah termohon eksekusi.
Aparat yang dipimpin Kabag Ops Polrestabes Surabaya AKBP Wibowo memberikan kesempatan untuk pemohon eksekusi dan pihak massa ormas berdiskusi dan menyampaikan pendapat tentang obyek sengketa serta memberi 3 kali peringatan kepada siapapun yang tidak berkepentingan untuk meninggalkan lokasi sengketa. Dia juga memerintahkan anggotanya menangkap siapa saja yang menghalangi proses eksekusi.
Kericuhan terjadi saat ratusan anggota ormas GRIB Jaya dan LSM MAKI Jatim menolak kedatangan juru sita untuk membacakan putusan eksekusi dari Pengadilan Negeri Surabaya di depan rumah objek sengketa, Jalan Dokter Sutomo 55, Surabaya, pada Kamis pagi.
Pembacaan putusan eksekusi rumah pensiunan TNI AL itu dilakukan oleh Darmanto Dahlan, juru sita PN Surabaya. Eksekusi tersebut berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya nomor 391/Pdt.G/2022/PN.Sby tanggal 5 Desember 2022.
Aksi saling dorong pun terjadi antara aparat kepolisian dengan ratusan anggota ormas yang menghadang. Satu di antara anggota ormas sempat menyulut petasan, dan polisi pun bertindak tegas dengan mendorong mundur ratusan anggota ormas yang menghadang.
Pihak termohon eksekusi mengaku bahwa sejak menempati rumah pada tahun 1963, mereka tidak pernah melakukan transaksi jual beli rumah kepada pihak lain. Untuk itu, pihaknya meminta agar eksekusi ditunda.
Meski sempat berjalan alot karena adanya upaya penghadangan ratusan ormas, “petugas juru sita dengan pengamanan aparat kepolisian berhasil melaksanakan eksekusi.
Baca juga : Ini Peran Gus Muhdlor dalam Perkaranya Hingga KPK Menahannya
Sebelumnya, proses eksekusi rumah di Jalan Dokter Sutomo, Surabaya, ini sempat tertunda sebanyak dua kali karena perlawanan pihak penghuni yang menggandeng ormas.
Sengketa rumah ini terjadi antara pihak penghuni rumah bernama Tri Kumala Dewi selaku termohon eksekusi dengan Handoko Wibosono selaku pemohon eksekusi.
Rumah obyek sengketa itu awalnya disebut milik Laksamana Soebroto Joedono, mantan Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Wapangab) era Presiden Soeharto.
Laksamana Soebroto Joedono menempati rumah tersebut berdasarkan izin dari TNI AL. Pada 28 November 1972, Laksamana Soebroto membeli rumah tersebut melalui surat pelepasan nomor K.4000.258/72.
Sepeninggalan Laksamana Soebroto, rumah kemudian ditempati Tri Kumala Dewi sebagai ahli waris. Permasalahan hukum mulai muncul ketika terbit gugatan dari Hamzah Tedjakusuma.
Dia mengeklaim kepemilikan berdasarkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB). Gugatan yang berujung pada peninjauan kembali (PK) ini awalnya dimenangkan oleh Tri.
Namun, Hamzah justru menjual SHGB tersebut kepada istrinya, Tina Hinderawati Tjoanda pada 23 September 1980. Dari tangan Tina, dokumen tersebut kemudian dijual kembali kepada Rudianto Santoso.
Rudianto kemudian kembali menggugat Tri. Awalnya, Majelis Hakim menolak gugatan Rudianto. Bahkan, Rudianto justru ditetapkan oleh Polda Jatim masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 8 Juli 2013 karena melakukan pemalsuan dalam penerbitan akta jual beli.
Namun, Rudianto justru menjual kembali SHGB tersebut kepada Handoko Wibisono. Tri kemudian kembali mendapatkan gugatan yang kini datang dari Handoko.
Berbeda dari putusan sebelumnya, kali ini Tri kalah. Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan Handoko Wibisono sebagai pemilik sah dengan mendasarkan pada transaksi jual beli tanah. Putusan inilah yang kemudian menjadi dasar bagi PN melakukan eksekusi.